BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan sering kali menyebabkan
kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba).
Di Amerika serikat, insiden diseentri amoeba mencapai 1-5 % sedangkan
disentri basiler dilaporkan kurang dari 500.000kasus tiap tahunnya. Sedangkan
kejadian disentri amoeba di Indonesia sampai saat ini masih belum ada, akan
tetapi untuk disentri basiler dilaporkan 5% dari 3848 orang penderita diare
berat menderita disentri basiler.
Di dunia sekurangnya 200 juta kasusdan 650.000 kematian terjadi akibat
disentri basiler pada anak-anak dibawah usia 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab
disentri basiler ditemukan di Negara berkembang dengan kesehatan lingkungan
yang masih kurang. Disentri amoeba hampir menyebar di seluruh dunia terutama di
Negara yang berkembang yang berada didaerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor
kepadatan penduduk, hygiene individu, sanitasi lingkungan dan keadaan sosial
ekonomi serta cultural yang menunjang. Penyakit ini biasa menyerang anak dengan
usia lebih dari 5 tahun. Spesies Entamoeba
menyerang 10% populasi di dunia. Prevalensi yang tinggi mencapai 50% di Asia,
Afrika, dan Amerika selatan. Sedangkan pada Shigella
di Amerika serikat menyerang 150.000 kasus dan di Negara-negara yang berkembang
Shigella flexeneri dan S. dysentriae menyebabkan
600.000 kematian per tahun.
WHO menyebutkan bahwa sekitar 15 persen dari seluruh kejadian diare pada
anak di bawah usia 5 tahun adalah disentri. Adapun hasil survei evaluasi
di Indonesia pada tahun 1989-1990 juga menunjukkan angka kejadian yang sama.
Disentri menjadi penyebab panting pada kesehatan dan kematian yang dikaitkan
dengan diare.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A). PENGERTIAN
Disentri adalah peradangan usus besar yang ditandai dengan sakit perut dan
buang air besar. Buang air besar ini berulang-ulang yang menyebabkan penderita
kehilangan banyak cairan dan darah.
B). KLASIFIKASI
Ada 2 macam disentri, yaitu
- Disentri Amoebica
- Disentri Bacilaris
Perbedaan disentri
Amoebica dan Basilaris
Disentri Amoebica
|
Disentri Bacilaris
|
|
Penyebab
Dimulai
Panas
Berak
Berjangkitnya
Diagnosa
Prognosis
|
Entamoeba Histolitika
Tidak dengan tiba-tiba dan hebat
Tidak ada
Tidak sering kali, tidak banyak darah dan lender dan baunya amat busuk
Tidak berat dan tidak secara wabah
Dapat dengan mikroskop
Pada penyakit endokrin tergantung pada penyakit dasarnya. Pada penyebab
obat-obatan tergantung kemampuan menghindari pemakaian obat.
|
Shigela Disentri
Dengan hebat dan tiba-tiba
Ada
Terlalu sering, lebih banyak darah, lender dan nanah, tidak bau busuk.
Hebat dan sering secara wabah
Menghendaki pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium.
Pada
bentuk berat angka kematian tinggi, kecuali mendapat pengobatan dini. Pada
bentuk sedang angka kema
|
C). ANATOMI FISIOLOGI
Usus Besar (Intestinum
Mayor)
Panjangnya ± 1 ½ m, lebar 5-6 cm, lapisan-lapisan usus
besar dari dalam ke luar adalah :
a. Selaput lender
b. Lapisan otot melingkar
c. Lapisan otot memanjang
d. Jaringan ikat.
Fungsi Usus Besar
a. Menyerap air dari makanan
b. Tempat inggal bakteri koli
c. Tempat feses
D). ETIOLOGI
1.
Bakteri (Disentri basiler)
- Shigella, penyebab disentri yang terpenting dan tersering (± 60% kasus disentri yang dirujuk serta hampir semua kasus disentri yang berat dan mengancam jiwa disebabkan oleh Shigella
- Escherichia coli enteroinvasif (EIEC)
- Salmonella
- Campylobacter jejuni, terutama pada bayi
2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica, lebih
sering pada anak usia > 5 tahun.
E). PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESA
a.
Disentri basiler Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu
keadaan yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak,
diserta ieksudat inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan
darah. Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka
dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui
air,makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati
lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan
berkembang biak didalamnya. Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella
namun ileumterminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di
daerahsigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatalditemukan
mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya
tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid,
dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan
kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung
S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain
ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik,
sitotoksik,dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor
virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan
menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas.
Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5cm
sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat
terjadi perlekatan dengan peritoneum.
b. Disentri Amuba
Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat
berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus danmenimbulkan
ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampaisaat ini belum
diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,sifat
keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.Amoeba yang
ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase danlisozim yang dapat
mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.Bentuk ulkus amoeba
sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapidi lapisan submukosa
dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadiulkus di permukaan mukosa
usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yangminimal. Mukosa usus antara
ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi disemua bagian usus besar,
tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon
asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.
F). TANDA dan GEJALA
Disentri basiler
- Diare mendadak yang disertai darah dan lendir dalam tinja. Pada disentri shigellosis, pada permulaan sakit, bisa terdapat diare encer tanpa darah dalam 6-24 jam pertama, dan setelah 12-72 jam sesudah permulaan sakit, didapatkan darah dan lendir dalam tinja.
- Panas tinggi (39,50 – 400 C), appear toxic.
- Muntah-muntah.
- Anoreksia.
- Sakit kram di perut dan sakit di anus saat BAB.
- Kadang-kadang disertai dengan gejala menyerupai ensefalitis dan sepsis (kejang, sakit kepala, letargi, kaku kuduk, halusinasi).
Disentri amoeba
- Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
- Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)
- Sakit perut hebat (kolik)
- Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus).
G). TEST DIAGNOSTIK
Pemeriksaan tinja
Makroskopis :
suatu disentri amoeba dapat ditegakkan bila ditemukan bentuk trofozoit dalam
tinja
Benzidin test
Mikroskopis :
leukosit fecal (petanda adanya kolitis), darah fecal .
Biakan tinja
Media : agar
MacConkey, xylose-lysine deoxycholate (XLD), agar SS.
Pemeriksaan darah rutin : leukositosis (5.000 –
15.000 sel/mm3), kadang-kadang dapat ditemukan leucopenia.
Endoscopy : memberikan visualisasi area yang terlibat.
H). KOMPLIKASI
1. Disentri Basiler
Stenosis
Peritonetis
Hemoroid
Neuritis perifer
artritis
2. Disentri Amoebica
Perdarahan usus
Perforasi
Ameboma
Striktura
I). PENULARAN
Diare dapat ditularkan melalui tinja yang mengandung kuman diare. Air sumur
atau air tanah yang telah tercemar kuman diare, atau makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi kuman diare, atau tidak mencuci tangan sebelum memberikan
makan/minum pada bayi/anak, memasak dll yang tanpa disadari sebenarnya tangan
telah terkontaminasi kuman diare yang tak tampak oleh mata telanjang.
J). PENCEGAHAN
Buang airlah
ditempatnya dan tidak disembarang tempat, latih anak untuk buang air dikakus
Cuci tangan sebelum makan dan sesudah makan.
Cuci tangan
sebelum memasak makanan dan pastikan tangan anda selalu bersih ketika
memberikan makan pada bayi atau balita. Pastikan peralatan makan dan minum anak
bersih dan tidak terkontaminasi kuman apapun juga. Untuk bayi usahakan
Selalu memasak/merebus peralatan makan dan
minumnya terlebih dahulu.
Minum dan
makanlah makanan yang sudah dimasak. Hindari memberikan makanan setengah
masak/setengah matang pada anak.
Pastikan air yang dimasak benar-benar
mendidih.
Berikanlah ASI
selama mungkin kepada anak, disamping pemberian makanan lainnya.
Bayi yang minum
susu botol lebih mudah terserang diare dari pada bayi yang disusui ibunya.
Tetap menyusui anak walaupun anak terserang
diare.
Pastikan tangan
sipengasuh tetap bersih ketika mengasuh anak atau memberikan makan dan minum
pada anak.
Jaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan
tempat tinggal.
K). PENATALAKSANAAN
1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi
kurang, lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan
darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis,
berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis pada anak. Waspadai adanya syok
sepsis.
2. Komponen terapi
disentri
a. Koreksi dan
maintenance cairan dan elektrolit
Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus
diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah
penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit.
b. Diet
Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet
lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi
vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan
disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk
mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan sinbiotik dan preparat seng
oral. Dalam pemberian obat-obatan, harus diperhatikan bahwa obat-obat yang
memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya risiko
untuk memperpanjang masa sakit.
c. Antibiotika
• Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan
mendapatkan terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan
mengurangi masa sakit dan menurunkan risiko komplikasi dan kematian.
• Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimoksazol
(trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2
dosis, selama 5 hari.
• Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 dosis o Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone
50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4 dosis.
• Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan
darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari
tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan
alternatif lain.
• Terapi antiamebik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit
Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah
menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing
diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif untuk disentri basiler.
• Terapi yang dipilih sebagai antiamebik intestinal pada anak adalah
Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila
disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3
hari terapi.
d. Sanitasi
Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan
bersih sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan
adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden
paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang
kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence
penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan
kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status
ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit
Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4. Riwayat Penyakit
Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit),
alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
1.
Riwayat Nutrisi ASI
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan.
2.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga
yang mengalami diare.
3.
Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
4. Riwayat
Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud
B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
C. INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder
terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
2. Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out
put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : – Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : – Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
3. Resiko peningkatan
suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
4. Resiko gangguan
integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : – Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi .
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : – Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi .
5. Kecemasan anak
berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak.
D.IMPLEMENTASI
1.Memantau tanda dan
gejala kekurangan cairan dan elektrolit
agar Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
agar Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki deficit
2.Memantau intake dan
output
agar Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
agar Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3. Menimbang berat
badan setiap hari
untuk Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
untuk Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4. Menganjurkan
keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
untuk Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
untuk Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5. Berkolaborasi :
dalam Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
untuk koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
dalam Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
untuk koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
E.EVALUASI
Masalah dikatakan teratasi apabila Tanda vital dalam batas normal (N:
120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
DAFTAR PASTAKA
- Kamus Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI; 2001
- Saroni, Mahput. Buku Saku Diare Edisi 1. Bandung : Bagian/SMF IKA FK-UP/RSHS; 2001
- Behrman, et al. Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. UK : Saunders; 2004
- Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Volume 1. Jakarta : Bagian IKA FK-UI; 1998.
- Pratama, Ega, et al. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : FK-UI; 2000.
- Kumpulan catatan kuliah Ilmu Kesehatan Anak .
- Lengkong, John B. Prosedur Tetap (Standard Operating Procedure) Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta; 2004.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !